BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebutuhan
akan material yang memiliki kekuatan tinggi semakin bertambah seiring dengan
perkembangan dunia industri. Dalam berbagai penggunaan, logam harus disesuaikan
dengan sifat-sifatnya.
Salah
satu sifat logam yang perlu diketahui adalah sifat kekuatan tarik. Untuk
mengetahui kekuatan tarik yang dimiliki oleh suatu logam, maka perlu diadakan
pengujian yang tepat.
Dengan
mengetahui kekuatan tariknya, maka suatu logam dapat digunakan sesuai dengan
penggunaannya pada konstruksi mesin.
Dalam pengujian tarik kita mengenal beberapa titik yang
dialami material sampai material tersebut putus. Titik-titik ini menentukan
batas-batas dari tegangan yang diperoleh dari material tersebut. Batas – batas
ini antara lain adalah batas proporsional, batas yielding, batas tegangan
ultimate dan batas dimana material mulai putus. Batas-batas inilah yang akan
digunakan untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu logam
berdasarkan hasil pengujian tarik
1.2
Tujuan dan Manfaat Pengujian
- Tujuan
Pengujian
- Praktikan dapat membuat grafik Tegangan-Regangan
- Praktikan
dapat menunjukkan daerah luluh, proporsional, ultimate, dan break.
- Dapat mengetahui Tegangan regangan teknis dan
tegangan regangan sebenarnya
- Mengetahui
prosedur pengujian
- Mengetahui
sifat-sifat bahan terhadap beban aksial
- Mengetahui
pengertian keuletan dan kekuatan
- Manfaat
Pengujian
- Untuk mengetahui kekuatan tarik suatu bahan
- Dapat mengklasifikasikan logam dengan mudah
berdasarkan sifat-sifatnya.
- Mengetahui bahwa ssuatu material memiliki tegangan
yang berbeda pada setiap titik, sehingga dapat diramalkan posisi
patahnya.
- Dapat mengetahui hubungan antara tegangan dan
regangan.
- Melihat dengan jelas fenomena yang terjadi pada
specimen logam yang sedang ditarik, dimana terjadi peregangan dan reduksi
penampang pada saat terjadinya necking.
v Aplikasi
1. Suatu industri dapat membuat
produk yang berkualitas dengan mengetahui sifat-sifat bahan dari hasil
pengujian tarik
2. Memudahkan suatu industri dalam
pengolahan dan perancangan suatu bahan sekaligus menekan biaya produksi.
3. Pemilihan bahan dapat dilakukan
dengan mudah, sesuai data yang telah diperoleh pada uji tarik.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Dasar
Pengertian Tensile Test
Pengujian tarik adalah suatu pengukuran terhadap bahan
untuk mengetahui ketangguhan suatu bahan terhadap tegangan tertentu serta
pertambahan panjang yang dialami oleh bahan tersebut.
Tensile test dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan dari
suatu bahan logan yang diberi beban tarik, sehingga dalam proses uji tarik akan
terjadi regangan akibat dari tegangn yang terjadi pada bahan logam tersebut.
Pada proses pengujian kita dapat mengetahui tegangan yang
diberikan dan berapa panjang hasil regangan yang terjadi pada bahan, sehingga
diketahui panjang sebelum dan setelah pengujian. Selain itu, kita juga dapat
mengetahui sifat-sifat logam dan strukturnya.
Dalam setiap uji tarik, dengan beban tarik yang diberikan
akan menghasilkan regangan tertentu berdasarkan tegangan yang diberikan. Dari
beban tarik yang diberikan, selalu terjadi regangan sampai pada perpatahan.
Tegangan yang menentukan batas kemampuan suatu logam terhadap beban tarik,
disebut tegangan ultimate. Tegangan ini diperoleh dari grafik tegangan regangan
yang diperoleh pada pengolahan data pengujian.
Hukum Hooke , Modulus
Elastisitas dan Diagram Tegangan-Regangan
Hukum Hooke menyebutkan bahwa tegangan dan regangan masih
berbanding secara proporsional.
Hukum Hooke dinyatakan dalam harga modulus elastisitas
yang akan dibahas pada teori selanjutnya.
Dimana ,
Modulus Elastisitas adalah perbandingan antara tegangan
dan regangan dan merupakan karakteristik dari suatu jenis logam tertentu. Makin
besar gaya tarik menarik antar molekul logam tertentu, maka makin besar pula
harga modulus elastisitasnya.
Setiap perpanjangan atau perpendekan suatu struktur
kristal dalam suatu arah tertentu, karena gaya searah, akan menghasilkan
perubahan gaya dimensi dalam arah tegak lurus dengan gaya tarik. Pada gambar
berikut terlihat adanya kontraksi dalam arah tegak lurus gaya tarik.
Perbandingan negative antara regangan melintang ly dan regangan tarik ez
disebut bidang poison v = -ly/ez.
Bahan-bahan mekanik dapat mengalami beban tarik(tekan)
dan beban geser bekerja 2 gaya yang sejajar. (lih. Gbr.) Tegangan geser ζ adalah gaya Fs dibagi
dengan Lo batas buidang geser ζ = Fs/As.
Gaya geser menyebabkan adanya pergeseran sudut α regangan geser, γ didefinisikan sebagai
tangens sudut α tersebut dan
sama dengan (lihat gbr.).
Regangan geser elastis sebanding dengan tegangan geser : G = σ/γ , dimana G adalah
modulus geser. Modulus geser kekakuan atau modulus geser berbeda dengan modulus
elastisitas E. Namun untuk regangan kecil berlaku hubungan E = 2G (1+v).,
sehingga perpanjangan akan berbanding terbalik dengan luas
penampang mula-mula. Secara matematis diperoleh Hukum Hooke :
Dalam pengujian tarik, specimen yang digunanakna secara
khusus bentuknya menurut standar yang ditetapkan, pengujian ini dilakukan
dengan kecepatan pembebanan tidak samaatau kecepatan perpanjangan yang sangat
rendah.
Apabila ditarik dengan sebuah beban P, maka specimen akan
berubah panjang menjadi (ΔL + Lo).
Semakin besar beban maka specimen akan berubah panjangnya menjadi (ΔL + Lo). Semakin besar
beban P yang diberikan, maka semakin besar pula perpanjangan yang terjadi dan
dalam pengujian ini akan terbentuk diagram dari rata-rata yang diperoleh untuk
beberapa beban yang tidak sama.
Tegangan pada titik tersebut disebut titik proporsional
yang tertinggi dimana akhir berlakunya hokum Hooke. Apabila beban tarik
dip[erbesar, sampai titik B, kemudian beban tarik diperkecil dan diturunkan
sampai titik nol, maka perpanjangan specimen akan kembali ke titik semula (Lo)
karena pada tekanan tersebut terjadi regangan (ε) yaitu regangan plastis.
Tegangan Pada titik B disusul tegangan elastis yaitu
tegangan tertinggi yang belum memberikan regangan plastis, beban plastis tidak
akan ditemukan, karena itu besarnya ditentukan dengan yaitu tegangan yang
diberikan 0,1 % yaitu
Tegangan maksimum terjasdi bila jbeban telah mencapai
titik o dinyatakan yang merupakan
tegangan tertinggi yang akan diberikan sebagai tekanan atau reaksi terhadap
beban. Regangan akan bertambah terus disertai dengan tegangan dan akhirnya
specimen akan patah di F. Tititk ini disebut Break point dan diberi batas σF. Selama
pembebanan berjalan dari nol sampai σo, panjang specimen berubah secara seragam menjadi kecil,
sedangkan panjang specimen akan bertambah. Di sebelah kanan titik v akan
terjadi pengecilan serempak. Pembesaran menjadi tidak seragam lagi, pengecilan
setempat itu disebut Necking.
Setelah specimen patah, akan terjadi pergeseran luas atau
reduksi penampang yaitu dari
Dimana :
A =
Reduksi Luas Penampang
Ao = Luas
mula-mula
Ax = Luas
pada keadaan x
Diagram tegangan regangan diperoleh pada pengujian
tensile dan pertambahan panjang sedara konstan dari batang uji. Tegangan yang
memeberikan nilai 0,12 % biasanya disebut tegangan yield. Tegangan maksimal
apabila telah mencapai titik U, dinyatakan dengan σu ,yang
merupakan tegangan tertinggi yang dapat diberikan sebagai reaksi terhadap
beban. Pada waktu pembebanan berlangsung sampai pada terjadi abrasi, energi
yang dinyatakan dengan persamaan :
Persamaan ini merupakan usaha yang dilakukan untuk
mematahkan specimen persatuan volume yang mengalami tegangan. Usaha ini pula
merupakan keuletan dar material tersebut. Tegangan yang sesungguhnya terjadi
setelah σ1 adalah bukan σ sehingga :
dimana A1
= luasan sesaat.
Hubungan
antara A dan σs dapat diuraikan sbb :
Berikut ini adalah
diagram teganga-regangan beserta penjelasannya.
Keterangan :
- E : Titik elastisitas yaitu kondisi bahan
sedemikian sehingga apabila beban
dihilangkan,
maka panjang specimen akan kembali ke posisi semula.
- P : Titik Proporsional, yaitu daerah
dimana berlakunya Hukum Hooke.
·
Y
: Titik Yield, yaitu titik dimana mulur mulai terjadi deformasi plastis, perpanjangan dan pengecilan luas
penampang.
·
U
: Titik ultimate, merupakan titik dimana
terjadi tegangan maksimum yang terjadi pada bahan yang ditarik. Dapat pula
disebut tegangan tarik maksimum yang dapat diterima oleh bahan, yang merupakan
awal terjadinya necking.
- B : Titik Break, dimana bahan telah putus
apabila terus dibebani.
Pada
pergeseran yang lebih tinggi, terjadi pergeseran tetap dari atom-atom dalam
suatu bahan disamping regangan elastis. Regangan tahap ini tak mampu balik.
Pada saat regangan semacam ini diperlukan pada proses pengerjaan bahan. Pada
pemakaian pendek, kita selalu menghindarkan terjadinya deformasi plastis
sehingga perhitungan desain dilandaskan pada tegangan di daerah elastis
(proporsional.
Sifat-Sifat Mekanik Bahan
Deformasi terjadi bila bahan mengalami gaya. Regangan
(strain) adalah besar deformasi per satuan panjang. Tegangan (stress) merupakan
gaya per satuan luas. Selama deformasi, bahan menyerap energi sebagai akibat
adanya gaya yang bekerja sepanjang jarak deformasi. Kekuatan (Strenght) adalah
besar gaya yang diperlukan untuk mematahkan atau merusak suatu bahan. Keuletan
(butility) dikaitkan dengan besar regangan permanent sebelum perpatahan.
Sedangkan Ketangguhan (roughness) dikaitkan dengan energi yang diserap bahan
sampai terjadi perpatahan. Selain itu, dijumppai pula berbagai cara untuk
mendefinisikan keuletan dan kekuatan.
Berikut ini adalah table yang mencantumkan beberapa sifat
mekanik dari bahan, beserta dengan definisi, besaran dan satuannya :
Mulur
Mulur
merupakan proses peregangan yang lambat. Laju mulur berkisar dari beberapa
persen pada tegangan atau suhu tinggi sampai kurang dari 10-4% /jam. Nilai
tersebut kecil tetapi harus diingat betapa pentingnya hal ini sewaktu mendesain
pembangkit tenaga uap atau reactor nuklir yang dipakai selama bertahun-tahun
pada suhu yang tinggi. Mulur juga penting pada turbin gas dan alat-alat yang
harus beroperasi pada tegangan dengan suhu tinggi tanpa penyusutan pennampang
sehingga tegangan tetap. Karena bilangan poison v berbeda antara 0,25 dan 0,5
nilai G mendekati 35 % dari E.
Modulus
Elastic selanjutnya adalah modulus curah , k. Modulus ini adalah kebalikan dari
modulus kompabilitas B dan sama dengan ph tekanan hidrostatik, per satuan
kompresi volum, Δv/v :
Antara
modulus curah dan modulus elastisitas terdapat hubungan :
Modulus
elastisitas turun dengan naiknya suhu. Hal ini dapat dilihat pada gambar
berikut untuk 4 jenis logam yang sering dijumpai :
Dari gambar berikut terlihat bahwa pemuaian termal
menyebabkan turunnya harga dF/dA, dan demikian modulus elastisitasnya turun
juga. Diskontinuitas dalam kurva untuk besi pada gambar sebelumnya ditimbulakn
oleh adanya perubahan dari struktur butir kps ke struktur kpr pada 9,2 o
C. Wajar bahwa polimorf kps dengan tumpukan yang lebih padat memerlukan gaya
yang lebih besar untuk struktur kps. Perlu disebut bahwa logam dengan titik
cair yang lebih tinggi memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi.
Laju mulur bertahap-tahap berlangsung sampai logam putus.
Pada gambar di bawah terlihat hubungan sebagai berikut :
1.
Laju mulur berimbang bertambah dengan meningkatnya suhu
dan tegangan
2.
Peregangan putus juga bertambah dengan meningkatnya
variable-variabel tertentu.
3.
Waktu patah yang disebabkan oleh tegangan berkurang bila
suhu dan gaya meningkat.
Fatik
Fatik dapat diartikan sebagai keluluhan yaitu merupakan
skor logam yang timbul akibat pembebanan yang besar sehingga mengalami
perubahan pada sifat logamnya.
Kekuatan tarik dapat dijadikan sebagai pedoman dasar
untuk konstruksi yang mengalami perubahan pada sifat logamnya. Kekuatan tarik
dapat dijadikan pedoman dasar untuk konstruksi yang mengalami beban tarik
listrik. Jumlah static/siklus yang dipikul oleh logam akan turun dengan naiknya
variable yang mempengaruhi daya tahan fatik.
1. Penyelesaian permukaan
Retak
fatik kerap kali berawal dari permukaan komponen bekas permesinan atau
ketidakpastian lain harus dihilangkan dan usaha ini berpengaruh sekali terhadap
fatik. Perlakuan permukaan akan meningkatkan umur fatik.
2. Frekuensi siklus tegangan
Pengaruh
terhadap umur fatik hamper tidak ada walaupun penurunan frekwensi biasanya
menurunkan umur fatik.
3. Temperatur
Kekuatan fatik yang paling tinggi pada temperature rendah
dan berkurang secara bertahap.
4. Tegangan rata-rata
Kondisi fatik dimana tegangan rata-rata tidak besar dari
tegangan luluh.
Mekanisme Terjadinya Necking
Necking adalah penyempitan luas permukaan specimen pada
saat ditarik atau pada saat perpanjangan. Pembentukan penyempitan setempat pada
benda uji mtarik menimbulkan keadaan tegangan tiga sumbu pada daerah
penyempitan setempat sebenarnya merupakan takik yang halus.
Takik yang dikenai beban tarikan menghasilkan beban
transversal yang radial yang menyebabkan kenaikan nilai tegangan membujur yang
diperlukan untuk menghasilkan daerah plastis. Oleh karena itu, tegangan terjadi
rata-rata pada daerah penyempitan setempat yang diperoleh dari luas penampang
benda uji.
Mekanisme terjadinya necking adalah mula-mula salah satu
ujung specimen ditarik sampai mencapai titik proporsionalnya, yaitu daerah
diman hokum Hooke masih berlaku, sehingga specimen masih kembali ke panjang
semula, lalu beban tarik diperbesar sampai mencapai batas elastisitasnya.
Specimen dikembalikan lagi ke titik nol dan panjangnyapun masih dapat kembali
ke panjang mula-mula. Ukuran perubahan dimensi harus dipertahankan pada
temperature konstan. Bagaimanapun kecilnya, karena kenaikan temperature,
sebesar10oC cukup untuk melipatgandakan laju pemutusan sebagian
besar logam.
Namun beban tarik diperbesar lagi sampai melewati batas
elastisitasnya, maka specimen tidak dapat kembali ke titik semula, beban tarik
diperbesar sampai titik yield poin, yakni daerah transisi antara elastis dan
plastis. Specimen kembali ditarik hingga akhirnya mencapai titik U yakni
tegangan tarik maksimumnya. Pada saat inilah terjadi necking. Di saat melakukan
penarikan, necking mulai terbentuk seiring dengan pertambahan panjang, karena
itu pada necking terjadilah reduksi penampang dari Ao menjadi Ax pada akhirnya
tegangan menurun, regangan bertambah, dan specimen patah. Necking menyebabkan
kurva tegangan regangan secara umum tidak dapat naik lagi.
Necking
Jenis-jenis Pembebanan
1) Beban terpusat
Pada pembebanan ini
titik kerja gaya
pada batang dapat dianggap berupa satu titik, karena luas kontaknya yang sangat
kecil.
2) Beban Terbagi Rata
Pada
pembebanan ini besarnya beban dinyatakan dalam Kg/m2
3) Beban bervariasi Uniform
Pada pembebanan yang
bervariasi secara seragam sepanjang batang, jenis pembebanan dan besarnya beban
yang diberikan pada batang menentukan langsung besarnya defleksi yang terjadi.
DISLOKASI
Dislokasi
merupakan cacat yang terdapat pada struktur butir material, dimana posisi dari
ikatan atom mengalami perubahan susunan yang akan mengakibatkan penurunan
kekuatan dari bahan itu sendiri. Adapun dislokasi terdiri dari beberapa macam,
yaitu :
a)
Dislokasi titik, diman kekosongan terjadipada titik
tertentu, hal ini terjadi karena :
·
Ada atom yang hilang dalam kristal
·
Hasil
penumpukan yang salah dalam kristalisasi
·
Akibat energi termal yang meningkat, sehingga atom
melompat meninggalkan tempatnya.
b)
Dislokasi garis, merupakan sisipan satu baris atom tambahan dalam
struktur kristal. Disekitar suatu dislokasi garis terdapat daerah yang
mengalami tekanan dan tegangan, sehingga terdapat energi tambahan sepanjang
dislokasi tersebut.
c) Dislokasi
ulir, menyerupai spiral dengan garis cacat sepanjang sumbu ulir. Atom-atom disekitarnya mengalami
gaya geser.
d)
Dislokasi
butir, terjadi karena adanya gaya
tekan dan tegangan yang akhirnya gaya-gaya ini dapat diuraikan menjadi tegangan
geser. Hal ini disebabkan bidang atom bergeser terhadap bidang atom didekatnya
yang disebut slip.
3.4.
Data dan Pengolahan Data
- Data
Lo = 190 mm Δ
Lp = 1 mm
Wo =
19 mm Py = 20.000 N = 2030,82 Kg
To =
2 mm Δ
Ly = 4 mm
Lf =
37 mm Pu = 22.000 N = 2244,89 Kg
W1 =
16 mm Δ
Lu = 10 mm
T1 = 1,25 mm Pb = 18.000 N = 1836,73 Kg
Pp = 4000 N Δ
Lb = 19 mm
- Pengolahan Data
- Perhitungan
Tegangan Teknik dan Regangan Teknik (Rekayasa)
a)
Batas Proposional
Ø Tegangan Teknik (Sp)
Ø Regangan Teknik (eP)
Ø Reduksi Penampang (Qp)
b)
Batas Yielding
Ø Tegangan Teknik (Su)
Ø Regangan Teknik (eu)
Ø Reduksi Penampang (Qu)
c)
Batas Ultimate
Ø Tegangan Teknik (Su)
Ø Regangan Teknik (eu)
Ø Reduksi Penampang (Qu)
d)
Batas Break
Ø Tegangan Teknik (Sb)
Ø Regangan Teknik (eb)
Ø Reduksi Penampang (Qb)
e)
Modulus Elastisitas
f)
Modulus Kelentingan
- Perhitungan
Tegangan Regangan Sebenarnya (Sejati)
a)
Batas Proposional
Ø Tegangan Sebenarnya (σp)
Ø Regangan Sebenarnya (εp)
b)
Batas Yielding
Ø Tegangan Sebenarnya (σy)
Ø Regangan Sebenarnya (εy)
c)
Batas Ultimate
Ø Tegangan Sebenarnya (σu)
Ø Regangan Sebenarnya (εu)
d)
Batas Break
Ø Tegangan Sebenarnya (σu)
Ø Regangan Sebenarnya (εu)
e)
Tegangan Sejati Maksimum
- Koefisien
Anisoptropis Plastis (Anisotropi Normal)
- Ketangguhan
Suatu Bahan ( Kemampuan Menyerap energi Pada Daerah
Plastis).
atau
5.
Deformasi Elastis
6.
Deformasi Plastis
BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Analisa Hasil Pengujian
Analisa Kondisi
s dan e Spesimen dari Awal Hingga Titik
Yielding
Seperti yang telah dijelaskan pada teori dasar, s merupakan
tegangan yaitu beban aksial yang diberikan kepada suatu material untuk satu asatuan luas penampangnya,
sedangkan e merupakan regangan yang dialami oleh struktur material yang dikenai
beban tersebut.
Titik yielding merupakan titik dimana awal terjadinya
peristiwa mulur (creep), dimana laju regangan bergerak lambat akibat adanya
fluktuasi tegangan.
Dari grafik tegangan regangan, dapat dilihat bahwa tegangan
dan regangan berbanding lurus, namun tidak seterusnya mengalami perbandingan
yang proporsional hingga ke titik yielding.
Pada awalnya tegangan dan regangan berbanding
proporsional, dimana hokum Hooke masih berlaku, yang ditunjukkan dengan harga
Modulus Elastisitas, sbb :
E = s/e
Hal ini menunjukkan bahwa tegangan dan regangan masih
bertambah secara proporsional, karena material masih memiliki sifat
elastisitas. Jadi hingga batas ini, material masih berdeformasi plastis.
Namun setelah melewati batas tersebut, pertambahan kedua
variable ini mulai menunjukkan harga yang tidak sebanding, dimana laju regangan
berlangsung lebih cepat ,sedangkan tegangan bertambah seperti biasanya. Hl ini
disebabkan oleh karena material sudah mulai melewati batas elastisnya dan
akhirnya mengalami deformasi plastis. Deformasi plastis ini diakibatkan karena
adanya dislokasi yang besar, sehingga lebih mempermudah jalnnya laju regangan,
walaupun tegangannya tidak bertambah dengan cepat.
Ketika mencapai titik yielding, maka material akan
berusaha untuk memberikan reaksi perlawanan terhadap tegangan yang diberikan
sehingga tegangan mengalami fluktuasi nilai dan laju regangan melambat.
Peristiwa ini dinamakan peristiwa mulur (creep). Pada kondisi ini kenaikan
nilai tegangan dan regangan semakin tidak porporsional.
Jadi dapat disimpulakan bahwa kondisi tegangan dan
regangan hingga titik yielding tidak seterusnya berbanding lurus secara
proporsional, namun halini terjadi pada batas tertentu saja dimana hokum Hooke
masih berlaku, dan seterusnya nilai regangan akan melaju dengan lebih cepat
sedangkan tegangan tidak menunjukkan kenaikan dengan nilai yang signifikan
pula. Hal ini disebabkan karena kondisi material setelah melalui batas
proporsional akan semakin melemah akibat adanya dislokasi yang semakin hebat
pada material tersebut, sehingga mengakibatkan peregangan yang semakin mudah
dari material tersebut.
4.2 Analisa
grafik
“ss Vs ee”
Dari grafik di atas dapat
dilihat perbandingan antara tegangan-regangan teknik dengan tegangan regangan
sebenarya (“ss Vs ee”).
Tegangan-regangan teknik
merupakanharga yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian tarik yang dilakukan
pada specimen logam. Harga ini dipengaruhi oleh factor-faktor pada saat itu
juga, misalnya temperature sekitar dan usia dari material tersebut, dimana :
S= P/A dan e = L/DL
Nilai
tegangan regangan teknik tentu saja menunjukkan ketangguhan specimen pada saat
itu juga.
Sedangkan
untuk tegangan regangan sejati, merupakan suatu harga yang sengaja dioleh
sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan kondisi specimen yang siap digunakan
kelak pada konstruksi mesin, dimana :
s = s ( e + 1 ) dan e = Ln ( e + 1 )
Nilai di
atas sengaja diperhitungkan untuk mennjaga specimen tersebut dari kemungkinan
terburuk yang akan dialami oleh material kelak di lapangan sebagai komponen
mesin, dimana kondisi yang dialaminya akan berbeda, misalnya saja temperature
dan usianya yang terus bertambah.
Dari sebab
itulah dapat terlihat bahwa nilai yang ditunjukkan oelh tegangan regangan
sejati lebih besar daripada nilai tegangan regangan teknik, dimana dapat kita
lihat bahwa tegangan ultimate yang diperolehnya lebih tinggi daripada tegangan
ultimate pada tegangan regangan teknik. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
perancangannya kelak diperlukan ketangguhan yang sama seperti pada tegangn
regangan sejati agar menghindari kemungkinan buruk yang dapat dialami oleh
material dari specimen.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
KESIMPULAN
1)
Diagram Tegangan-Regangan
merupakan diagram yang menunjukkan perbandingan antara kenaikan tegangan dan
regangan yang dialami oleh specimen yang telah diuji tarik.
2)
Daerah luluh merupakan daerah
dimana creep terjadi, daerah proporsional merupakan daerah dimana hokum Hooke
masih berlaku, titik Ultimate merupakan titik yang menunjukkan tegangan
maksimum , dan titik break merupakan titik dimana material telah patah.
3)
Tegangan
regangan teknik merupakan tegangan regangan ideal sedangkan tegangan regangan
sejati merupakan nilai actual dari tegangan regangan.
4)
Apabila
suatu material dikenai beban aksial, maka sifat sifat yang akan dipengaruhinya,
yaitu keuletan, kekuatan, elastisitas, ketangguhan, dsb.
5)
Keuletan
merupakan sifat yang dimiliki oleh suatu material dimana menunjukkan
kemampuannya dalam menahan perpatahan, sedangkan kekuatan merupakan kemampuan
suatu material dalam menahan tegangan yang diberikan.
5.2
SARAN
1)
Praktikum dan proses asistensi
telah berjalan dengan baik, harap dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA
Pengetahuan Bahan Teknik, Prof. Ir. Tata Surdia MS. Met., E dan
Prof. Dr. Shiroku Saito. Pradya Pratama.
Ilmu Teknologi Bahan, Lawrence H. Van Vlack, dan Sriati Djaprie
Erlangga, Jakarta .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar